Saturday, August 3, 2013

Dilema Calistung : Tentang Belajar Menulis (bagian 2)

Masih tentang Calistung, kapan sih sebenarnya anak harus mulai belajar menulis? Kenapa sih kebanyakan anak paling males kalau harus mengerjakan tugas menulis (baik di TK atau SD)? Alasannya biasanya, 'capek', 'pegel', 'bosen', dll.

Bagian 2 : Tentang Belajar Menulis

Untuk Hani, ketrampilan menulis (handwriting) juga merupakan hal yang sempat membuat stres. Ketika kelas 1 SD, setiap minggu ada tugas untuk menulis di buku, biasanya tentang pengalaman sehari-hari, atau menceritakan kembali isi bacaan. Masalahnya, tulisannya ituu.. ampuunn deh.. Bentuknya nggak karuan, ukuran besar kecilnya campur-campur, belum lagi naik turun (padahal bukunya sudah bergaris). Saya jadi sering ngomel, memaksa dia untuk berusaha menulis lebih bagus. Untungnya saya segera sadar, proses belajar yang menegangkan itu nggak akan menghasilkan apa-apa selain kemalasan anak untuk belajar lagi. Saya kemudian belajar lebih rileks dalam mendampinginya belajar, tidak memaksakan suatu proses, tidak memaksakan hasil yang harus sempurna, dan berusaha membuatnya enjoy dalam belajar.

Apakah kemudian tulisannya jadi bagus? Nggak juga. Sekarang ia sudah kelas 5, dan tulisannya kadang-kadang masih seenaknya. Sesekali tulisannya rapi, dan langsung saya puji-puji. Tapi ketika tulisannya berantakan, tidak lagi saya omeli, cuma saya tanya, "Ini huruf apa, kak? Kok nggak jelas yaa..".
Beberapa kali saya menemukan anak usia 5-6 tahun, tulisannya sudah rapiiii sekali. Apakah berarti dia lebih baik daripada anak lain yang tulisannya hancur lebur? Tidak kan?

Perkembangan anak itu meliputi beberapa aspek yang sama pentingnya dan sebaiknya berjalan seimbang, antara lain, perkembangan fisik motorik (kasar/halus), Emosi, Kognitif (Logika intelektual), Sosial dan Bahasa. Namun, setiap anak adalah unik, tidak pernah sama antara satu dengan lainnya. Ada yang sudah mampu berjalan sebelum 1 tahun, ada yang baru berjalan di usia 1,5 tahun. Begitu juga kemampuan berbicara, atau logika. Begitu juga dengan kemampuan menulis. Ada yang sudah pandai menulis di TK B, ada yang bahkan belum bisa memegang pensil dengan benar di kelas 1 SD.

Lalu kapan dong, sebaiknya anak belajar menulis? Apakah sudah saatnya anak TK belajar menulis?

Pada dasarnya, TK/PAUD adalah masa bermain. Maka, seandainya ingin mengajari anak usia TK menulis, lakukanlah dengan cara bermain yang menyenangkan, bukan memaksanya duduk diam dan mengerjakan worksheet.
Perhatikan pula, bagaimana perkembangan motorik halusnya? Mampukah ia menggenggam dengan mantap? Mampukah ia membentuk dan menyusun benda-benda dengan baik?
Sebelum anak belajar menulis, mantapkan dulu kemampuan motorik halusnya, lakukan kegiatan yang mampu melenturkan otot-otot halus tangan/jari, baru kemudian berlatih memegang alat tulis dengan benar.

Jadi bukan langsung memberinya kertas kerja bertuliskan huruf-huruf untuk di tracing (seperti gambar di bawah) jika motorik halusnya saja belum berkembang.

(Sumber dari sini)
Trus, kalau di TK sudah mulai belajar nulis, gimana? Orangtua harus ngapain?
Wew, sebaiknya jangan menggantungkan seluruh proses pembelajaran anak pada guru di sekolah ya ibu-ibu.. Waktu anak di TK itu paling hanya 2 atau 3 jam, sementara sisanya?
Apa saja yang bisa dilakukan anak (bersama orangtua) di rumah?

Banyaaaakkk sekali! Berikut contoh-contoh aktifitas bermain untuk mengembangkan motorik halus anak balita yang bisa dilakukan di rumah :

- Bermain playdough
Nggak usah beli playdough yang mahal-mahal, buat sendiri juga bisa kok. Resep membuat playdough ini juga saya selipkan dalam buku "Main Matematika Yuk!", atau bisa di-googling di internet.

- Bermain dengan kertas warna, gunting dan lem.
Gunakan gunting yang aman untuk anak usianya. Ajak anak menggunting lurus, lalu agak melengkung. Ajak membuat berbagai macam bentuk, lalu tempelkan bentuk-bentuk itu pada kertas putih.

- Bermain Pindahkan Benda
Ajak anak memindahkan benda-benda tertentu dari wadah yang satu ke wadah lainnya, menggunakan tiga jari (ibu jari, telunjuk, tengah). Lakukan bertahap dari benda yang besar hingga semakin kecil (kancing, bola kecil, dll). Bisa juga dilakukan sambil 'membantu' ibu di dapur, misalnya menggunakan potongan wortel, kacang, dll.

- Bermain dengan koran/kertas
Pernah kesal karena si kecil merobek-robek koran yang sedang/belum anda baca? Jangan marah bu, itu justru kesempatan anak untuk mengembangkan otot halusnya. Beri ia kertas koran bekas, lalu bersama-sama, ajak ia merobek koran dari atas ke bawah. Biarkan ia merobek hingga potongan kecil-kecil. Ajak juga membuat bola-bola dengan meremas-remas potongan koran, lalu mainkan. Terbangkan potongan-potongan koran, lalu biarkan ia mengejarnya.
Masih ada korannya? Ajak ia menggulung lembaran koran besar, lalu remas-remas memanjang, hingga berbentuk seperti tongkat. Jadikan itu sebagai pedang-pedangan, atau stik golf. Seru kan?

- Latihan tracing (meniru bentuk huruf)
Lakukan tracing di pasir, kertas amplas, di udara, atau mengikuti bentuk huruf pada mainan atau poster huruf yang besar.

- Bermain puzzle
Banyak manfaat dari mainan ini, selain melatih logika, juga melatih koordinasi tangan dan mata. Biarkan ia meletakkan potongan puzzlenya sendiri. Pilih puzzle yang sesuai dengan usianya.

- Meronce
Kalau mampir di toko mainan edukatif, selalu ada mainan ini, biasanya berupa manik-manik kayu besar dan tali. Namun, ortu juga bisa kok membuat sendiri. Potong sedotan warna warni, lalu ajak anak menyusunnya di benang wool.
 
- Melukis dengan tangan (finger painting)
Ini juga salah satu kegiatan yang paling disukai anak usia berapapun. Siapkan cat air yang aman dan kertas gambar ukuran besar (makin besar makin bagus).


Ajak ia membuat bentuk-bentuk dengan jari dan tangannya. Biarkan ia berkreasi. Jika tidak punya cat khusus finger painting (dijual di toko-toko mainan besar) atau khawatir dengan keamanan cat air yang biasa, buat saja sendiri.
Browsing di google : "resep finger painting", maka banyak sekali contoh-contoh resep yang bisa dipraktekkan. Misalnya di sini.

 - Melukis, mewarnai dengan crayon/pensil warna, dll

Masih banyak kegiatan seru lainnya. Yang paling penting adalah, pilih kegiatan yang disukai anak, bisa dilakukan bersama orangtua (sehingga sekaligus menguatkan bonding orangtua-anak).

Keluhan yang sering terlontar dari teman-teman orangtua biasanya, males berantakan, kotor, dll. Wah, bukankah ini justru bisa dianggap sebagai kesempatan mengajarkan anak kerapihan dan kebersihan? Setelah bermain, tunjukkan cara merapikan mainannya, membuang sampah, membersihkan bekas cat, dan biarkan ia menirunya.

Kalau perkembangan motorik halusnya sudah bagus, bolehlah mulai diberikan kertas kerja untuk melatihnya memegang pensil dan melakukan tracing dot-to-dot. Untuk tahap awal, latihlah ia membentuk garis-garis lurus pendek atas-bawah atau kanan-kiri atau diagonal. Lalu meningkat menjadi bentuk-bentuk melengkung. Ajak ia membuat bentuk-bentuk geometris dasar.

Nggak punya worksheet untuk dikerjakan anak?
Di toko buku banyak sekali dijual buku-buku aktifitas untuk latihan menulis, atau googling aja, download, print deh.

Sekali lagi, lakukan dengan senang hati. Dengan sekian banyak kegiatan menyenangkan di rumah, rasanya nggak akan lagi ada keluhan anak bosan dan akhirnya hobinya main keluyuran di luar tho? Apalagi, manfaatnya demikian besar. Jadi, tunggu apa lagi?

Sumber bacaan : modul Parent-Teacher Workshop Sekolah Al-Fauzien Depok, 2006

4 comments:

  1. Waahh.. dari sekian banyak tips.. aku cuma praktekin 2 hehe.. puzzle dan mewarnai :D

    ReplyDelete
  2. Waktu saya kecil, Ibu saya sering banget ngajakin main hal-hal di atas itu. Dan emang kerasa efeknya sih, waktu di sekolah kalau gurunya ngasih instruksi, saya lebih cepet nyantol daripada temen-temen lain.

    ReplyDelete
  3. Anak saya dulu juga kalo disuruh nulis, pasti jawabanya pegel hehehe

    ReplyDelete